Friday, February 17, 2012

Resepsi - Drama dimulai di sini


Setelah kami berdua sarapan lontong sayur dengan topping ayam, kami langsung diminta perias untuk kembali ke ruang rias. Kami harus mengganti baju akad nikah dengan pakaian adat minang untuk resepsi. Riasan pun di-touch up kembali dan disesuaikan dengan pakaian minang yang meriah. Akhirnya saya merasakan memakai sunting 9 tingkat itu loh. Namun, sungguh aneh saya tidak merasakan beban berat di atas kepala saya, periasnya jago!

Namun kemudian terjadilah drama. Papa saya yang memang kurang tidur tiba-tiba merasakan sakit kepala yang cukup berat dan harus meminum obat pribadinya. Sedangkan obat itu tertinggal di rumah dan hanya dia yang tahu tempat menaruhnya, sehingga dia harus kembali ke rumah. Pemilik sanggar baju dan rias adat minang yang saya sewa tak henti-hentinya mengganggu saya dan mengomel karena acara foto studio tak kunjung dilakukan. Terlebih lagi karena studio foto diletakkan di luar ruang rias yang menyebabkan terlihat oleh tamu, yang menurutnya itu tidak bagus. Please deh! 

Drama berulang ketika prosesi resepsi akan dimulai. Prosesi resepsi diawali dengan iring-iringan kedua pengantin dan diikuti oleh barisan keluarga kedua mempelai memasuki gedung resepsi. Kebetulan ruang rias pengantin berada di luar pintu utama dan terdapat tangga yang cukup tinggi dari halaman untuk mencapai pintu utama gedung. Panitia saya menyarankan agar khusus untuk saya dan suami tidak perlu turun tangga agar saya tidak kelelahan turun tangga dengan menanggung beban sunting 9 tingkat itu, jadi cukup barisan keluarga saja yang berbaris menurun ke bawah. Namun, ibu pemilik sanggar secara langsung dan ketus membentak panitia saya "Harus turun! Anak kemaren sore mau coba-coba mengatur saya!". 

Saya saat itu mencoba untuk berfikir positif bahwa mungkin ibu pemilik sanggar itu tersinggung karena merasa diatur padahal beliau lebih lama dan senior berkecimpung di dunia bisnis pernikahan terutama dalam adat Minang. Namun, sangat disayangkan bahwa di sisi lain, perilaku beliau dapat dilihat sebagai bentuk keengganan untuk berkoordinasi dengan pendukung acara lainnya. Padahal panitia pernikahan saya adalah para crew profesional dalam bidang Event termasuk Wedding Event. 

Kembali ke acara pernikahan kami. Iring-iringan keluarga pun masuk menyusuri karpet merah hingga pintu masuk pelaminan. Di depan pintu pelaminan, kami disambut oleh tarian Galombang Pasambahan dan dilanjutkan dengan tari piring. Inilah atraksi yang sangat saya dan suami (ehm, sekarang sudah suami :P) sukai dari pernikahan adat Minang. Selain ibu pemilik sanggar, secara umum acara pernikahan saya hari itu dapat dikatakan berjalan cukup lancar. Sebagian besar undangan dapat hadir, makanan enak dan berlimpah (menurut pengakuan sebagian besar orang yang hadir), pakaian dan riasan oke punya, acara berjalan sesuai dengan rencana, souvenir tidak kurang bahkan berlebih.

Alhamdulillah, it was wrap!

No comments: