Thursday, March 12, 2009

Di luar rencana seorang planner


Saya akui bahwa saya seorang planner dan ini saya sadari ketika beranjak remaja. Dari kecil dulu, semua yang saya lakukan sebagian besar sudah direncanakan sebelumnya. Mungkin juga sebagian karena didikan orang tua saya yang mengharuskan bangun pagi jam sekian agar tidak telat sekolah, jam sekian pulang sekolah, jam sekian makan siang, jam sekian tidur siang, jam sekian harus sudah bangun dan mandi sore karena ada sekolah madrasah malam harinya, dan seterusnya. Perencanaan itu mau g mau membekas dan jadi sebagian dari jati diri saya. Dari kecil saya dan kakak saya (waktu itu adik saya belum lahir) suka diajak bepergian oleh orang tua. Walaupun hanya keluar makan malam di malam minggu atau pergi ke ancol sebulan sekali. Bepergian itu juga kadang saya lakukan bersama teman sekolah. Setiap akan bepergian, saya selalu mencamkan rencana tersebut di otak saya dan akan melakukan persiapan beberapa hari sebelumnya. Padahal sih mama yang akan mempersiapkan segala sesuatunya seperti bekal makanan ataupun pakaian, karena saya masih kecil. Tapi biasanya saya juga harus mempersiapkan bawaan sendiri, karena masih kecil yah..yang dipersiapkan paling makanan kecil seperti chiki, wafer, dan lain sebagainya. ;)) Ketika beranjak remaja, saya mulai terbiasa mempersiapkan segala sesuatunya sendiri, terlebih ketika saya masuk smp islam dengan fasilitas asrama.

Dalam benak saya jika semua sudah dipersiapkan dengan baik sebelumnya akan membuat semuanya berjalan dengan baik. Tapi ada akibat negatif dari sifat saya ini. Saya jadi cenderung perfeksionis. Saya jadi gusar (a.k.a. BT) kalau yang terjadi tidak seperti yang saya rencanakan. Saya juga jadi suka memaksa orang lain untuk mengikuti rencana yang saya buat dan kurang percaya untuk membagi tugas ke orang lain. Apalagi kalau ternyata rencana orang lain (yang tidak sama dengan rencana saya) tidak berjalan dengan baik, saya jadi cenderung menyalahkan si empunya rencana. Tapi pengalaman hidup benar-benar mengajarkan hal ini dan sedikit demi sedikit merubah saya ke arah yang lebih baik (amin).

Lulus SD saya sudah diterima di smp yang 99% temen sd saya diterima juga di sana. Tapi orang tua saya memiliki rencana lain dan memasukkan saya ke smp islam berasrama di daerah bekasi. Saat itu karena masih kecil saya nurut saja (karena belum bisa memilih). Tapi di smp islam itu saya belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain selama 24 jam. Saya dilatih untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, peka dengan sekitar, mengalah, tidak egois, tidak pelit, bersikap empati, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri (mencuci dan menyetrika baju sendiri, mencuci piring sendiri, merapikan tempat tidur sendiri, dsb), cara bicara yang baik kepada orang yang telah mendzolimi kita, taat pada peraturan, dan belajar menutup aurat dengan baik.

Lulus smp saya mulai tahu apa yang saya inginkan, jadi saya ingin masuk sma dimana banyak teman-teman sd saya. Perbedaan standar nilai antara Bekasi dan Jakarta membuat saya gagal masuk ke sma tersebut. Tapi di sma itu, saya belajar untuk tidak memaksakan kehendak pada orang lain, tidak menyembunyikan sesuatu yang harusnya dibagi bersama teman, berinteraksi dengan lawan jenis yang sebaya (karena smp saya khusus perempuan) dengan baik, peka dengan keadaan teman, ikhlas melepaskan yang bukan untuk kita, berkompetisi dengan sehat, berbicara di depan publik dengan baik, debat publik, mengorganisasikan keuangan dengan baik, bersikap tegas, berteman dengan bermacam-macam sifat dan latar belakang, dan belajar memikirkan masa depan.

Lulus sma, saya sebenarnya belum bisa memastikan ingin jadi apa saya nantinya. Masuk fakultas kedokteran adalah keinginan orang tua saya yang kemudian menjadi keinginan saya juga. Saya menyanggupinya karena saya suka sekali pelajaran biologi dan sains lainnya (fisika dan matematika). Kalau keinginan hati sih sebenernya saya suka sekali masak, tapi niat untuk melanjutkan kuliah masak-masak kurang disetujui oleh keluarga. Menurut mereka masak itu bisa ditekuni di luar bangku kuliah, istilah kata kalau mau jadi tukang masak g usah kuliah tinggi-tinggi :P. Akhirnya saya ikut spmb dengan pilihan kedokteran. Saya pun mengikuti test masuk fakultas kedokteran di beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta. Tapi semua itu gagal, hanya 1 yang keterima di bangku cadangan, namun dapat dipastikan orang tua saya tidak mampu membayar biayanya (cadangan jauh lebih mahal dari non cadangan). Akhirnya saya sempat tidak semangat untuk kuliah, karena selama itu yang ada di otak saya hanya kedokteran. Tapi orang tua saya tidak membiarkannya. Dulu ketika masih sma, ada beberapa universitas promosi ke sekolah dengan mengadakan tes masuk gratis di sekolah. Waktu itu sih saya ikutan karena iseng aja. :) Dari beberapa ada 3 universitas yang berhasil saya masuki. Tapi yang dua diantaranya saat itu sudah lewat tanggal pendaftaran ulangnya. Satu-satunya pilihan adalah STT-PLN fakultas teknik jurusan teknik elektro.

Awalnya sih saya sempat ragu, karena jurusan yang berimage "keras" (95% mahasiswanya adalah laki-laki) dan tempatnya yang jauh (di daerah cengkareng jakarta barat). Tapi setelah saya menanyakan pada Allah SWT, saya pun memantapkan pilihan. Alhamdulillah diberikan kemudahan karena ternyata boleh pindah jurusan. Saya memilih jurusan Teknik Informatika karena sudah tertarik dengan "komputer" sejak sma tapi waktu itu tidak kepikiran untuk mendalaminya. Setelah menjalani kuliah di tahun pertama, saya menemukan hal yang membuat saya akan betah di jurusan itu, mata kuliah analisa pemrograman. :) Kesukaan saya terhadap matematika membuat saya bertahan bahkan mempermudah saya mendapatkan nilai yang cukup bagus di bangku kuliah, karena lebih dari 60% mata kuliahnya berhubungan dengan matematika.

Lulus dari bangku kuliah, saya sempat menjadi pengacara (a.k.a. pengangguran banyak acara :P). Saat itulah saya menyalurkan hasrat masak-masak untuk dijual di sekolah adik saya. Hasilnya lumayan untuk menambah uang jajan saya dan adik saya. Setelah beberapa bulan menganggur, alhamdulillah saya mendapatkan pekerjaan impian saya sejak bertemu dengan mata kuliah analisa pemrograman itu, seorang programmer.

Sejak sma saya belajar untuk memikirkan masa depan, mulai dari pendidikan selanjutnya, pekerjaan, maupun pasangan hidup. Tapi saya baru benar-benar memikirkan tentang pasangan hidup saya kelak ketika saya duduk di bangku kuliah. Entah kenapa, mungkin baru di usia segitu, pikiran saya baru terbuka bahwa saya juga ingin membuat keluarga sendiri lepas dari kedua orang tua. Saya yang memang tidak jago untuk urusan begini selalu mengandalkan hati yang akan digetarkan oleh Allah SWT jika bertemu dengan pilihanNYa. Beberapa kali rencana saya untuk hal ini pun gagal. :D Sampai sekarang pun (sepertinya) belum benar-benar terbuka jalan untuk itu, tapi saya tidak berhenti berusaha membuka jalan saya sendiri mencari orang yang telah disediakan oleh Allah. Siapapun dia, saya cuma bisa berdoa semoga saya bisa menerima dia apa adanya dan sebaliknya, dan dapat membahagiakan kedua orang tua kami. Kapanpun dia datang, semoga dia datang di waktu yang tepat. :)

Banyak kejadian dalam hidup saya yang melenceng atau malah sama sekali berbeda dari rencana saya. Tapi saya selalu menemukan hal baik setelahnya. Saya percaya Allah Maha Baik sama saya. Kegagalan-kegagalan rencana saya membuat saya belajar untuk :
1. Tidak berharap 100% pada rencana yang saya buat
2. Selalu memiliki rencana B,C, sampai Z :)
3. Ikhlas ketika yang terjadi tidak seperti yang saya inginkan
4. Selalu ada hal baik yang saya dapatkan setelah kegagalan itu
5. Tidak over perfeksionis
6. Lebih percaya terhadap orang lain
7. Melobby (bukan memaksa) orang lain terhadap rencana saya
8. Menerima masukan dari rencana orang lain
9. Mengendalikan emosi (marah,senang,sedih,kecewa)

Saya adalah manusia biasa yang tentu sedih ketika sesuatu terjadi tidak seperti yang saya inginkan. Saya juga manusia biasa yang memiliki rencana dalam hidup saya. Saya merasa lebih hidup dengan adanya rencana karena jadi tahu kenapa harus bangun pagi esok hari.

Rencana besar dalam hidup saya saat ini adalah :
1. pekerjaan yang hasilnya dapat membantu keuangan keluarga (sebagai orang gajian dan insya allah sebagai wirausahawati) dan buat tabungan masa depan saya pribadi..
2. melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mudah-mudahan ini juga bisa jadi tabungan masa depan saya..
3. mencari pasangan hidup yang baik dan diridhoi Allah SWT, mudah-mudahan ini juga buat tabungan masa depan saya..
Sekali lagi ini baru rencana dan saya sedang berusaha mempersiapkan semuanya. Selebihnya saya cuma bisa berdoa semoga Allah membukakan jalan yang baik untuk saya dan rencana-rencana saya. Amin