Bermula dari melihat status salah satu teman yang menawarkan untuk membeli rumah melalui salah satu developer, saya jadi teringat akan keinginan saya (yang kini menjadi keinginan bersama Ibas) untuk memiliki paling tidak sebuah rumah sendiri. Rumah sendiri yang saya maksudkan di sini adalah rumah yang layak, bukan hanya sekedar bangunan dari bahan seadanya, memiliki kekuatan hukum yang kuat, dan atas nama saya. Saat ini memang kami sudah tinggal terpisah dari orang tua kami, namun masih mengontrak rumah orang lain. Karena hal itu adalah pilihan terbaik kami saat ini. Namun, secara realistis ternyata untuk dapat memiliki rumah yang diinginkan tidak semudah yang saya fikirkan. Berikut beberapa pertimbangan yang menurut saya lumayan (kalau tidak dapat dibilang sangat) mempengaruhi realisasi keinginan tersebut.
1. Harga tanah (dan rumah) dan kemampuan finansial
Harga tanah dan rumah semakin hari akan semakin naik. Mengapa begitu? Kalau menurut analisa saya sebagai orang awam, itu karena semakin banyaknya permintaan rumah sebanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk di Jakarta ini. Namun keinginan memiliki rumah akan sangat sulit direalisasikan jika kemampuan finansial tidak memadai. Kemampuan finansial didapat dari pemasukan hasil wirausaha maupun gaji sebagai pegawai yang HARUS lebih besar daripada pengeluaran. Kemampuan finansial ini seolah berkejar-kejaran dengan harga rumah itu sendiri. Jika kita tidak berlari lebih kencang, atau meminta bantuan lain untuk mengejar, maka kita tidak akan dapat menangkap harga rumah yang kita inginkan.
2. Jarak antara rumah dengan tempat kerja
Untuk para pegawai (seperti yang saya jalani saat ini) yang bekerja di Jakarta, pertimbangan ini cukup penting. Mengapa? Waktu kerja umumnya menghabiskan waktu 9 jam sehari, yaitu dari pukul 8 pagi sampai dengan pukul 17 sore. Waktu tempuh dari rumah ke kantor dan dari kantor ke rumah yang wajar menurut saya tidak lebih dari 1 jam. Sehingga, kita harus berangkat paling tidak jam 7 pagi dari rumah dan akan sampai rumah jam 18 sore. Untuk mencapai suatu tempat di jakarta dari jarak yang dekat saja dapat menghabiskan waktu yang banyak karena macetnya, maka dapat dibayangkan jika jarak rumah cukup jauh dari kantor. Sangat mungkin terjadi kita harus berangkat dari pukul 5 pagi dan akan sampai di rumah pukul 20 malam. Jadi jam berapa kita harus bangun dan pergi tidur? Hanya berapa jam yang dapat kita nikmati untuk tidur ketika hari kerja? Hanya berapa jam yang dapat kita nikmati untuk bercengkerama dengan orang yang kita sayang ketika hari kerja?
3. Jarak antara rumah dengan rumah orang tua
Bagi kita yang tinggal 1 kota dengan orang tua, pertimbangan ini seringkali muncul ketika menentukan akan tinggal dimana, baik yang masih single maupun yang sudah berkeluarga. Buat saya yang belum lama berkeluarga, jujur ini penting ketika masih memiliki anak yang berusia di bawah 5 tahun. Setelah berkeluarga dan memiliki anak, saya masih ingin bekerja. Bukan karena saya ambisius terhadap karir. Namun, dengan bekerja saya dapat membantu Ibas untuk menambah pemasukan keluarga dan mewujudkan mimpi-mimpi kami kepada keluarga kami. Bekerja merupakan pilihan yang saya ambil saat ini, dan tentu ada konsekuensinya. Anak saya yang masih kecil tentu tidak dapat ditinggal di rumah sendirian, apalagi dibawa ke tempat saya bekerja. Saya juga termasuk yang kurang dapat percaya 100% kepada pengasuh, sekalipun ia tenaga profesional. Saya ingin menitipkan anak saya kepada orang yang dapat mencintainya paling tidak sebesar saya mencintainya, bukan hanya sekedar menjaga dan mengasuhnya. Maka pilihan saya jatuh kepada orang tua saya. Sungguh, bukan maksud saya untuk menyusahkan dan merepotkan kedua orang tua saya yang sudah tidak muda lagi. Tapi, saya sungguh hanya ingin mencari solusi terbaik bagi semuanya. Semoga pilihan saya diridhoi Allah SWT. Alhamdulillah, kedua orang tua saya setuju untuk membantu saya menjaga Afiqah.
4. Keamanan dan kenyamanan
Keamanan rumah mungkin menjadi salah satu hal terpenting bagi semua orang. Baik memiliki rumah yang besar dan mewah, maupun yang yang memiliki rumah yang kecil dan sederhana. Kenyamanan juga pasti diinginkan semua orang. Seperti yang banyak orang katakan, "Home sweet home", atau "Rumahku adalah Istanaku". Kenyamanan yang didefinisikan oleh masing-masing orang memang dapat berbeda. Dalam definisi saya, kenyamanan dapat diartikan adanya kehangatan yang dirasakan semua orang yang tinggal bersama, dapat menjadi diri sendiri, tidak malu untuk memberikan kebaikan kepada satu sama lain. :)
5. Jarak antara rumah dengan tempat-tempat fungsional (rumah sakit, pasar, sekolah anak)
Selain poin nomor 2, poin ini juga merupakan salah satu pertimbangan yang banyak difikirkan oleh kebanyakan orang-orang yang sudah berkeluarga. Keluarga yang memang cukup sering memasak tentunya akan sangat senang jika rumahnya tak jauh dari pasar. Untuk membeli beberapa barang kebutuhan rumah tangga mungkin memang dapat dibeli sekali seminggu ataupun sekali sebulan di supermarket yang agak jauh dari rumah. Namun, untuk membeli bahan makanan fresh, seperti ayam, ikan, daging, buah, dan sayur, tentunya lebih enak jika dibeli tak lama sebelum akan diolah, yaitu setiap pagi. Untuk orang-orang yang sudah memiliki anak, jarak antara rumah dan sekolah anak juga penting. Para orang tua tentu tidak ingin anak mereka terlambat sampai di sekolah. Mereka juga mungkin tidak tega untuk membangunkan anak mereka sangat pagi hanya karena sekolahnya jauh dari rumah.
6. Jarak antara rumah dengan akses angkutan umum
Tidak semua orang punya dan mampu punya kendaraan pribadi (materi baru nih :P). Sehingga angkutan umum adalah pilihan terbaik untuk membantu aktifitasnya. Apalagi saya, yang termasuk malas dan "agak" penakut untuk mengendarai kendaraan sendiri (apapun kendaraannya), lebih memilih naik angkutan umum. Kenapa? Karena naik angkutan umum itu dijamin tidak nyasar (asal tahu trayeknya saja), lebih enak untuk mengamati keadaan di sepanjang jalan (ini sih kebiasaan saya saja suka mengamati sesuatu hal atau bahkan sekedar membaca tulisan-tulisan yang terlihat). Nah, akses untuk mendapatkan angkutan umum dari rumahnya tentu adalah hal yang patut dipertimbangkan. Saya pernah ke rumah salah seorang kenalan yang berada di komplek mewah. Rumah dia itu terletak di ujung komplek tersebut. Oke, saya maklum jika mungkin tidak ada angkutan umum di dalam komplek rumahnya. Tapi ini lebih parah dari itu, tidak angkutan umum yang lewat di depan gerbang komplek rumahnya. Sejak saat itu, saya kapok main ke rumahnya, kecuali jika naik taxi atau diantar jemput ke tempat yang ada akses angkutan umumnya. :P
7. Luas tanah dengan jumlah orang yang akan menempati
Poin ini sebenarnya untuk mendukung poin kenyamanan yang ada di poin 4. Jika luas tanah / bangunan tidak mencukupi untuk orang-orang yang akan tinggal tentu tidak nyaman. Sebaliknya jika luas tanah / bangunan jauh melebihi kecukupan untuk jumlah orang yang akan menempati rumah tersebut, menurut saya akan mengurangi kehangatan keluarga yang saya bahas di poin 4. Beberapa orang bilang bahwa poin ini dapat "diakalin". Maksudnya adalah jika tanah / bangunannya kecil, sedangkan orang yang akan menempatinya lebih banyak, maka dapat dibangun bertingkat ke atas atau ke bawah menyesuaikan kebutuhan. Namun, ini akan memunculkan masalah baru. Untuk naik turun rumah bertingkat banyak tentu akan mengurangi kenyamanan tinggal di rumah tersebut. Hehehe...
8. Apakah rawan bencana (kebakaran, banjir, gempa)?
Setelah hidup selama lebih dari 20 tahun (jumlah aslinya rahasia, ya? :P), saya mengalami atau melihat banyak bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia ini. Bencana memang bukan hal yang dapat disangka-sangka kapan waktunya dan terjadi di mana. Namun, kita sebagai manusia dapat melihat adanya potensi-potensi dari sebuah tempat mengalami sebuah bencana. Misalnya saja kebakaran. Suatu perumahan padat penduduk dengan ilmu wawasan dan kesadaran yang rendah dapat menyebabkan sering terjadinya kebakaran. Seringkali kebakaran terjadi hanya karena hal-hal yang dianggap sepele, seperti membuang puntung rokok (yang masih menyala, walau sedikit) sembarangan, menggunakan karburator gas yang kendor, selang gas yang bocor (halus), menaruh lilin sembarangan, membiarkan anak kecil bermain api tanpa penjagaan, dan lain sebagainya. Banjir pun demikian. Tak dapat dipungkiri, banjir yang sering terjadi di Indonesia (terutama Jakarta) sebagian besar alasannya adalah karena menumpuknya sampah di pembuangan air.
9. Jalan menuju rumah dapat dilewati kendaraan (roda 2 dan roda 4)
Pertimbangan yang satu ini sebenarnya tidak hanya difikirkan oleh orang-orang yang memiliki kendaraan pribadi, namun juga bagi yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Mengapa? Alasan pertama adalah, tentunya akan lebih nyaman jika kita tidak harus berjalan di gang yang sempit untuk dapat pulang dan pergi ke dan dari rumah kita. Alasan selanjutnya, agar adanya akses untuk angkutan umum melewati jalur rumah kita seperti yang saya inginkan di poin 6. Dan mungkin akan banyak alasan lainnya.
10.Tanah yang ada dapat membangun garasi untuk kendaraan yang dimiliki (roda 2 dan roda 4)
Hal ini penting bagi orang yang memiliki kendaraan pribadi agar keamanan kendaraannya lebih terjaga. Jika poin ini terpenuhi, maka juga akan membawa kenyamanan bagi orang yang tinggal di sekitar rumah kita maupun yang melewati rumah kita. Sering saya temui banyak sekali kendaraan (roda 2 ataupun roda 4) yang diparkir di depan sebuah rumah. Hal itu membuat jalan / gang rumah tersebut menjadi sulit dilalui.
Pertimbangan-pertimbangan saya di atas sebenarnya sudah tertulis di FB saya. Cukup banyak respon yang ditulis oleh beberapa teman. Ada yang sagalau saya dalam keinginannya memiliki rumah. Ada yang menyarankan untuk nekat membeli dengan modal dan pertimbangan seadanya. Ada yang memberikan beberapa solusi agar dapat memiliki rumah yang cukup layak dan dapat memenuhi sebagian besar (jika tidak dapat semua) pertimbangan-pertimbangan di atas. Doain saya, ya. Agar dapat memiliki rumah sendiri yang memenuhi pertimbangan-pertimbangan di atas. Aamiin.
Jadi, apa pertimbangan kalian dalam mewujudkan keinginan memiliki rumah sendiri?